Mengapa GM tiba dan Berangkat dengan Pasti?
Mengapa orang-orang begitu menyukai Gunung Mas (GM) adalah karena transportasi darat lintas Flores ini tiba dan berangkat dengan begitu pasti. Pengalaman memakai sistem transportasi darat ini minimal sekali setahun, dalam perjalanan darat dari Ruteng-Manggarai menuju Maumere-Sikka, periode 2012-2022, terasa cukup menjamin. Jika tidak ada hambatan berarti, maka GM menjemput pukul 07.00, berhenti makan siang di Aimere, Kab. Ngada pukul 10.30, makan malam (sore) di Kota Ende, Kab. Ende sekitar pukul 15.00 (sekarang sudah lebih cepat 30 menit), dan tiba di Maumere, pukul 18.30.
Mungkin karena tidak mempunyai banyak pesaing. Namun jika mengobservasi GM rute Ruteng-Labuan Bajo, pengalaman ini bukan tentang punya banyak pesaing atau tidak, melainkan karena kepastian tiba dan berangkat seperti tesis awal tulisan ini. Rute Ruteng-Labuan lebih rigid lagi. Dengan keberangkatan armada berbeda tiap dua jam, mobil tetap akan jalan, ada atau tidak ada penumpang.
Itu bisa berarti apa? Mari kita melihat pemandangan yang lain. Di Ruteng akhir-akhir ini, kota makin sesak dan padat dengan lalu lalang kendaraan pribadi, sepeda motor dan mobil dari penduduk kota Ruteng dan sekitarnya, yang keluar-masuk dengan keperluan masing-masing. Jalan-jalan yang di awal tahun 2010 masih terasa begitu lengang dan hening kini terasa sesak dan kurang lebar. Di Pitak-Ruteng, kantor kelurahan tenggelam di belakang mobil-mobil penumpang arah barat yang menunggu penuh penumpang berjam-jam. Di Pasar Inpres Ruteng, akan ditemukan pemandangan yang kurang lebih sama.
Dari sisi kebiasaan, akan semakin sulit ditemukan orang-orang yang berjalan kaki. Jauh dekat keperluaan, harus tetap memakai kendaraan. Jalan kaki tanpa mengenakan pakaian olahraga akan menjadi pemandangan yang aneh, apalagi kalau sendiri. Jalan kaki bergeser ke rana lain, menjadi olahraga sehat. Sementara orang-orang tua zaman dulu tidak pernah melihat itu sebagai olahraga, tetapi sebagai jati diri, bahkan. Saya sejujurnya tidak suka membuat perbandingan old-fashioned seperti ini. Di rumah keluarga, kendaraan menjadi salah satu kebutuhan pokok. Minimal sepeda motor.
GM yang kita tinggalkan tadi, memberikan kepada kita ide tentang efektivitas sekaligus ia membangun portofolionya sendiri sebagai agen transportasi yang profesional. Ia tidak memberi beban pada dirinya sendiri untuk mengejar target pundi harian dengan membabi-buta, tetapi memilih reputasi di atas segalanya.
Untuk kota Ruteng, sistem yang dipakai GM, yang hanya oleh penulis diteropong dari luar berdasarkan pengalaman sebagai penumpang dan warga kota Ruteng, bisa sedikit-banyak dipakai untuk menyiasati membeludaknya arus masuk kendaraan dari luar kota Ruteng. Kita akan menemukan banyak plat Bali (DK), Kupang (DH), Makassar (DD), Jakarta (B), Surabaya (L), dan lain-lain menginvasi jalan raya kota ini, yang berakibat pada semakin meningkatnya sumber daya dan kebutuhan akan ruang bagi kendaraan-kendaraan tersebut.
Mengapa hal ini terjadi adalah bukan soal kemampuan
finansial keluarga untuk membeli mobil atau sepeda motor pribadi. Toh banyak
juga kendaraan yang dibeli dengan kredit. Toh banyak juga kendaraan yang
akhirnya dijual atau dikembalikan ke dealer.
Namun, yang meningkat sebenarnya bukanlah jumlah kendaraan pribadi melainkan
mobilitas penduduk kota ini. Waktu adalah faktor paling penting. Dan orang
memilih menumbalkan uang dibandingkan waktu. Dengan kendaraan orang bisa
melakukan satu pekerjaan di satu tempat, kemudian tiba tepat waktu di tempat
lain untuk pekerjaan lain. Dengan demikian, hal ini bisa mendongkrak
efektivitas dan efisiensi pekerjaan, juga mendongkrak pendapatan ekonomi. Sayangnya ide efisiensi dan efektivitas seperti itu tidak pernah merasuki para pemilik kendaraan umum di Kota Ruteng atau masuk dalam kepala para pemangku keputusan dan kebijakan tentang tata ruang dan tata kota.
Pada tahun 2010 seperti yang ditulis Harari, terdapat
lebih dari 1 miliar mobil di seluruh dunia. Di tahun 2022, pasti jumlahnya lebih banyak. Mobil-mobil ini mengotori planet
dan membuang-buang sumber daya yang besar minimal dengan keharusan menyediakan
jalan yang lebih lebar dan tempat parkir yang lebih luas dan banyak. Orang
sudah menjadi nyaman dengan kepemilikan mobil pribadi. Untuk menarik mereka
dari sana agak susah, kecuali adanya sistem pemrosesan data yang lebih baik,
yang jauh lebih murah dan efisien, yang memungkinkan terakomodasinya mobilitas
para warga. Jika seorang siswa SMA, harus ke sekolah pada pukul 07.00,
seharusnya sudah ada kendaraan umum yang menunggunya di depan rumah. Lalu mobil
lain akan menghantar ibunya yang adalah seorang guru, pada pukul 07.05. Anaknya
tidak perlu menunggu ibunya, meski hanya 5 menit.
GM mungkin sudah mulai merintis sistem pemrosesan data
yang lebih efisien dibandingkan dengan sistem tradisional menunggu di terminal
atau tempat-tempat ramai. Ia membuat dirinya pasti, membuat dirinya dicari oleh
penumpang. Memanfaatkan data yang terdistribusi menyebar untuk tidak dikatakan random dengan dirinya menjadi nomor panggilan yang fleksibel. Tidak mencari penumpang dengan menyapa siapa saja yang memikul tas
atau mempunyai sytle hendak
berpergian jauh. Meskipun skala pemrosesan data ini hanya menjangkau mobilitas
penduduk dengan jangkauan jarak yang jauh, antar kota dalam Pulau Flores, bukan
tidak mungkin sistem pemrosesan data dengan mobilitas jarak dekat yang
biasanya sangat tinggi, seperti kebutuhan ke sekolah, pasar, atau kantor akan
ditemukan, oleh GM sebagai agen swasta, atau oleh pemerintah. Kawan Bike Bajo,
salah satu agen transportasi sepeda motor yang menjangkau mobilitas warga
Labuan Bajo, Manggarai Barat mungkin sudah merintis sistem yang saya maksudkan ini, juga. Bagi keduanya, data adalah informasi, adalah juga sebuah pengetahuan, adalah juga keuntungan (kebijaksanaan). Adalah juga sebuah agama. Agama Data. Dataisme.
Sumber Gambar: Karakter Bis Tayo dan Kawan Bike dari Google.
