PUISI ICHEND JINOTRA
Waktu saya menunggu pelangi tiba
saya dikagetkan oleh senja uzur di ketinggian. Yang tiba-tiba merona merah. Saya tidak tahu siapa yang sudah menabur cintanya di jendela senja. Pada petang yang lengang itu. Perasaan, tadi siang saya lihat langit mengharu biru membias surya di setiap rumah.
saya dikagetkan oleh senja uzur di ketinggian. Yang tiba-tiba merona merah. Saya tidak tahu siapa yang sudah menabur cintanya di jendela senja. Pada petang yang lengang itu. Perasaan, tadi siang saya lihat langit mengharu biru membias surya di setiap rumah.
Entahlah, perasaan apa yang membuat saya jatuh
cinta dengan senja yang penggah saban itu. Waktu terus berlalu. Pohon cemara
kembali menyanyikan desau angin, tak lupa burung gereja dengan setia bertengger
di ranting-rantingnya. Bercicit. Hati saya kembali dingin, muram , dan nelangsa
takut-takut pelangi yang saya tunggu tidak mampir di rumah saya petang ini, sebab
surya telah tersungkur di ujung barat cakrawala. Biarlah sudah! Saya
tidak kecewa dengan hal itu. Oleh karena itu demi memulihkan tenaga, saya
kembali merebahkan diri di atas bale-bale yang berada tepat di depan rumah
saya, dengan harap akan bertemu pelangi di
mimpi malam ini. Tidur.
Cahaya
surya kembali menyapa, ayam berkokok silih berganti, langit biru yang penggah
membuat fajar begitu penih, lagi
memikat. Saya bangun dari tidur. Dengan mata yang agak sipit, saya melihat
sebongkah pelangi terbit di samping rumah saya. Dengan gerak yang gamang, saya
menerawang pelangi itu. Saya berlari mendekat di mana pelangi itu tertanam
pekat. Tapi anehnya, semakin saya mendekat, ia malah menjauh, dan semakin saya
menjauh pelangi itu malah menelurkan warna merah yang merona di uzur langit
biru. Yang paling aneh dan membuat saya pangling bukan main, sehelai demi
sehelai warna dari pelangi itu memudar, dan sekali lagi menelurkan warna merah
yang merona, sehingga langit terlihat penggah. Situasi berubah menjadi senja.
Warna langit yang damai dan tak asing itu segera mengingatkan saya pada petang
kemarin
*****************
Dan
semuanya usai. Sepenggal cerpen rebah di dalam
puisi saya
Saya
bangun melihat pelangi terbit di beranda matamu
Mereka sadar Tuhan telah mempertemukan
mereka ditempat yang tak semestinya.(A P W)
Kisol,13 Oktober 2018,
ICHEN JINOTRA DARI CEWONIKIT, KLS XI SAINS SANPIO
